Keadilan Dalam Sebiji Kopi Indonesia

Indonesia yang menjadi rumah bagi lebih dari 300 suku dan 700 bahasanya kaya akan sumber alam. Satu di antara sumber daya alam itu adalah biji kopi. Dalam sejarahnya, tanaman kopi tercatat berasal dari Abyssinia, sebuah nama daerah lawas di Afrika yang saat ini mencakup wilayah negara Ethiopia dan Eritrea. Kata ‘kopi’ sendiri dalam buku All About Coffee (1992) yang ditulis William H. Ukers mulai masuk ke dalam bahasa-bahasa Eropa sekitar tahun 1600-an. Kata tersebut diadaptasi dari bahasa Arab ‘qahwa’. Mungkin tidak langsung dari istilah Arab tetapi melalui istilah Turki ‘kahveh’.

Dalam Hikayat Kopi Indonesia (2016) yang diterbitkan Tirto, Nuran Wibisono menuliskan bahwa sejarah kopi di Indonesia diawali saat Jenderal Adrian Van Ommen masuk ke Batavia dengan membawa bibit tanaman kopi Arabika pada 1696. Tiga tahun kemudian, kopi mulai dikembangkan di luar Batavia hingga menyebar ke seluruh Jawa. Pada 1711, serikat dagang Belanda mulai mengekspor kopi dari Jawa. Saat itu, Jawa menjadi daerah perkebunan kopi pertama di luar Arab dan Ethiopia. Kopi Jawa sangat dikenal di Eropa bahkan memunculkan istilah a cup of Java sebagai pengganti kata kopi.

Sejak pertama kali masuk ke Indonesia pada sekitar abad ke-17, biji kopi Indonesia sampai saat ini sudah dikenal hingga ke penjuru dunia. Dengan luasan perkebunan kopi mencapai 1,2 juta hektar (BPS 2020) dan tersebar di hampir seluruh pulau di Indonesia, nilai ekspor biji kopi Indonesia telah meraih lebih dari 850 juta USD. Namun di balik pencapaian luar biasa tersebut, muncul sekelumit pertanyaan-pertanyaan di kepala saya: (1) sudah adilkah untuk dinikmati oleh seluruh pemangku kepentingan kopi Indonesia? (2) sudahkah rantai pasok di kopi Indonesia memiliki hubungan yang baik dengan sesama? Dan (3) sejauh mana rantai pasok kopi Indonesia dapat berkelanjutan?

Pertama, rantai pasok kopi Indonesia memang panjang dan rumit. Untuk membuat satu cangkir kopi yang istimewa, ia harus melalui usaha besar dan didukung oleh banyak pemangku kepentingan. Lalu siapa yang dimaksud dengan pemangku kepentingan di rantai pasok kopi Indonesia? Pasti sebagian besar menjawab mereka merupakan orang-orang yang terlibat langsung dalam proses pengolahan kopi mulai dari petani, pengolah pascapanen, pedagang, penyangrai, penyeduh, hingga jasa keuangan.

Rantai pasok kopi Indonesia. Ilustrasi dalam Kamus Kopi Indonesia.

Petani, sebagai pemangku kepentingan di tahap pertama memiliki tugas penting. Mulai dari menyebarkan tunas tanaman kopi, memelihara kesehatan tanaman, sampai memanen buah kopi (cherries) dengan baik. Selanjutnya pengumpul/pedagang membantu pengiriman buah kopi dari petani ke pengolah, dan juga mempercepat penyaluran keuangan. Dari para pengolah, mereka melakukan proses pascapanen buah kopi menjadi biji kopi mentah.

Kemudian dari para penyangrai, mereka membentuk citra rasa dan mengeluarkan karakter terbaik dari biji kopi mentah menjadi biji kopi sangrai. Di tangan para penyeduh inilah mereka mengeluarkan sari kopi terbaik dari biji kopi sangrai untuk dapat dinikmati oleh penikmat kopi Indonesia. Setiap pemangku kepentingan memegang peranan penting dan memberikan nilai tambah di kopi Indonesia. 

Seperti rupa gunung es (iceberg), serangkaian proses dan peranan dari sejumlah pemangku kepentingan tadi hanyalah yang nampak di permukaan. Tetapi di balik itu, tidak banyak menyadari bahwa rantai pasok kopi di Indonesia melibatkan lebih dari pemangku kepentingan yang umum diketahui.

Pandangan ini kian kuat setelah saya ikut dalam pembelajaran BEKAL Pemimpin 2021 silam. Nyatanya banyak pemangku kepentingan lainnya yang juga memiliki tugas berat di dalam proses untuk menghubungkan rantai pasok kopi Indonesia yang berkelanjutan, berkeadilan, dan berkearifan lokal. Mereka di antaranya pemerintah, media, lembaga sosial masyarakat (LSM/NGO), voiceless stakeholders (pemangku kepentingan tidak bersuara), dan generasi di masa depan. 

Generasi muda di masa depan sebagai pewaris sejarah kopi Indonesia. Foto: Istimewa.

Lebih jauh menyelami pemangku kepentingan

Para pemangku kepentingan yang tidak banyak disadari itu memegang peranan pentingnya masing-masing. Pemerintah misalnya, sebagai regulator dapat mengatur ketertiban, keamanan, dan keadilan terhadap seluruh pemangku kepentingan. Sementara media, berperan menyebarkan informasi penting dan terkini tentang kopi Indonesia dan para pemangku kepentingannya secara luas, cepat, dan konsisten. Di sisi lain, LSM dapat mempersatukan dan memberikan pedoman kepada semua pemangku kepentingan. 

Selanjutnya voiceless stakeholders yang sering terabaikan bahkan dianggap sebagai ancaman, perannya sangat penting untuk menjaga keberlangsungan rantai pasok kopi Indonesia. Terakhir, generasi di masa depan (bagian dari voiceless stakeholders), selain menjadi sumber tenaga kerja, juga menjadi pewaris kopi Indonesia.

Lebih jauh, elemen lain dari voiceless stakeholders ialah Ibu Pertiwi, meliputi seluruh makhluk hidup di alam. Ibu Pertiwi memberikan sumber dayanya di seluruh tahapan rantai pasok kopi Indonesia. Dimulai dari menumbuhkan tanaman kopi, menyalurkan awan/ hujan untuk proses pascapanen, memberikan gas alam/kayu bakar untuk memasak kopi, menyediakan air bersih untuk membuat minuman kopi, dan mendaur ulang sampah kopi.

Voiceless stakeholders 

Voiceless stakeholders, dalam hal ini Ibu Pertiwi sudah melakukan semuanya tanpa pamrih. Meski begitu, Ibu Pertiwi memiliki keterbatasan sumber daya. Jika tidak terkelola secara berkelanjutan, batas keseimbangan ini akan terganggu, dan bukan saja berdampak pada kopi, tetapi juga semua hasil komoditas Indonesia. Tanda-tanda ketidakseimbangan itu pun mulai terasa. Krisis iklim, kenaikan suhu global, peningkatan permukaan laut, dan banjir bandang adalah sebagian kecil yang telah terjadi.

Namun, untuk mengembalikan keseimbangan, Ibu Pertiwi tidak bisa melakukannya sendiri. Kehidupan penunjang dari satu ekosistem punya peran besar di dalamnya. Ironi, mereka makhluk hidup yang ada di dalam satu ekosistem dianggap sebagai “hama” atau musuh terhadap kopi Indonesia.

Lalu, bagaimana kondisi hubungan antar sesama pemangku kepentingan di rantai pasok kopi Indonesia yang sudah mulai dibentuk sejak abad ke-17? Semestinya, hubungan seluruh pemangku kepentingan di rantai pasok kopi Indonesia dapat terjalin baik. Tetapi, tak dipungkiri hubungan baik justru masih lebih banyak terjadi secara linier mengikuti jalur perkembangan produk kopi. Sebagai contoh, penyeduh berhubungan baik dengan penikmat kopi dan penyangrai berhubungan baik dengan penyeduh. Pengolah kopi berhubungan baik dengan penyangrai dan pengumpul berhubungan baik dengan petani. Begitu seterusnya.

Hubungan pemangku kepentingan kopi Indonesia. Ilustrasi dalam Kamus Kopi Indonesia.

Kondisi hubungan seperti itu pada kenyataannya tidak baik, khususnya rasa keadilan bagi voiceless stakeholders. Hal ini mencerminkan ‘pengkerdilan’ peran Ibu Pertiwi dan voiceless stakeholders, karena mereka tidak dianggap di dalam rantai pasok kopi Indonesia. Kondisi itu juga tidak membuka kesempatan untuk menumbuhkan semangat gotong royong di antara seluruh pemangku kepentingan. Sedangkan semangat gotong royong ternyata sangat dibutuhkan untuk bersaing di dunia Internasional, dan juga menjaga keberlangsungan kopi Indonesia.

Yang seharusnya

Bagaimana kondisi hubungan yang seharusnya terjadi di antara pemangku kepentingan di kopi Indonesia? Hubungan yang semestinya ialah saling menjalin dan memperkuat keberlangsungan rantai pasok kopi Indonesia. Ibu Pertiwi dan voiceless stakeholders berperan sebagai ‘pemilik tempat’ bagi pemangku kepentingan lainnya. Petani, pengumpul, pengolah, penyangrai, penyeduh, hingga penikmat saling berhubungan di dalam pengolahan produk kopi. LSM menjalankan tugasnya mempersatukan seluruh pemangku kepentingan dan membuat pedoman untuk menjaga keberlangsungan kopi Indonesia. Pemerintah mengawasi dan menjaga keadilan dan keamanan bagi seluruh pemangku kepentingan. Didukung oleh media untuk menyebarkan informasi secara cepat dan berkelanjutan terutama antara pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya.

Hubungan pemangku kepentingan kopi Indonesia yang semestinya. Ilustrasi dalam Kamus Kopi Indonesia.

Kondisi hubungan yang ideal ini mencerminkan keberlanjutan, keadilan, dan kearifan lokal bagi seluruh pemangku kepentingan di rantai pasok kopi Indonesia. Kearifan lokal itu dapat terasa dari proses pascapanen yang sesuai dengan kondisi lokal, kehidupan para petani, hingga varietas tanaman endemiknya. Semua itu sebetulnya dapat menambah daya nilai dan membedakan karakter kopi Indonesia untuk bersaing dengan kopi dari negara lain. Karena sekarang makin banyak negara-negara penghasil kopi yang menawarkan keunggulan masing-masing seperti citra rasa yang unik, konsistensi kualitas, kemasan yang inovatif, dan proses pengolahan yang canggih.

Saya jadi teringat filosofi Presiden Soekarno dalam Konsep Keadilan Sosial Dalam Bingkai Sila Kelima Pancasila (2014) yang ditulis Yuni Herawati bahwa “Keadilan sosial ialah suatu masyarakat atau sifat suatu masyarakat adil dan makmur, berbahagia buat semua orang, tidak ada penghinaan, tidak ada penindasan, tidak ada penindasan, tidak ada penghisapan.” Selaras dengan itu, saya memiliki impian besar untuk membentuk pengelolaan sumber daya kopi Indonesia yang adil, berkelanjutan, dan berkearifan lokal.

Saya mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk bergotong royong membuat struktur dan mental model kopi Indonesia. Kemudian menjalankannya bersama untuk masa depan yang lebih baik. Kita semua harus bertindak saat ini juga. Batas keseimbangan Ibu Pertiwi tak bisa menunggu lebih lama. Apalagi, produktivitas dari kopi Indonesia terus menurun beberapa tahun belakangan. Selain menyebabkan kenaikan harga biji kopi, ini mempengaruhi ketahanan pangan nasional. Sedangkan banyak masyarakat Indonesia yang tergantung dari kopi Indonesia baik untuk mata pencaharian dan konsumsi. Untuk itu perlu upaya bersama untuk mempercepat transformasi hubungan di antara pemangku kepentingan. Semua ini untuk tercapainya kopi Indonesia yang adil, makmur, serta berkelanjutan.

Ditulis oleh Steve Hidayat dan disunting oleh Reza Septian.

Leave a Comment

Dapatkan kabar terbaru kami

BEKAL Pemimpin

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit

IDEAS

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit

Co-CLASS

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit