Dukung Ekonomi Sirkular dan Pembangunan Rendah Karbon Lewat Pengelolaan Food Loss and Food Waste

FLW kian menyadarkan kita bahwa persoalan pangan dan pengelolaannya sangat penting mendukung Pembangunan Rendah Karbon dan Ekonomi Sirluar. Karena itu, kita juga perlu memahami peran penting melalui langkah kecil dari rumah dapat berkontribusi dalam mendukung pembangunan global rendah karbon.

Sebanyak sepertiga dari makanan yang diproduksi untuk konsumsi manusia hilang atau terbuang antara proses panen dan proses konsumsi, yang umum dikenal sebagai food loss and food waste (FLW). Organisasi pangan dunia (FAO) mendefinisikan food loss sebagai kehilangan sejumlah pangan yang terjadi pada tahap produksi, pascapanen, penyimpanan, hingga tahap pengemasan. Contohnya sayur yang busuk di gudang penyimpanan. Sementara food waste merupakan pangan yang terbuang pada tahap distribusi, retail, dan konsumsi. Contoh umumnya ialah sisa makanan di meja makan.

Sebagai negara yang turut menyepakati agenda pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (TPB/SDGs), Indonesia berkomitmen meraih target pengurangan separuh Food Loss and Waste (FLW) sebanyak 12.3 TPB/SDGs pada 2030 mendatang. Namun, untuk mencapai target itu perlu diimbangi dengan kebijakan yang sejalan, mengingat kebijakan yang ada saat ini umumnya masih berfokus pada peningkatan produksi pangan, dan belum sepenuhnya menempatkan peningkatan efisiensi melalui pengelolaan FLW sebagai prioritas.

Sejumlah data menunjukkan Indonesia masih belum optimal dalam pengelolaan FLW. Berdasarkan data Kementerian Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2018, timbulan sampah paling dominan sebanyak 44% merupakan sampah makanan. Sementara itu, The Economist Intelligence Unit dalam surveinya pada 2017 menyebut Indonesia menjadi salah satu negara penghasil sampah makanan terbesar di dunia dengan perkiraan timbulan mencapai 300 kilogram per kapita per tahun. Padahal secara global, World Wildlife Fund menyatakan 11 persen emisi gas rumah kaca dapat dikurangi jika kita berhenti membuang-buang makanan.

Indonesia berada di posisis kedua setelah Arab Saudi dalam hal pembuang makanan terbanyak. Sumber: Tangkapan cuplikan video Low Carbon Development Indonesia.

Di tengah timbulan sampah makanan yang tinggi, ironisnya data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut sebanyak 8,34 persen penduduk Indonesia kekurangan pangan pada 2020. Jumlah itu meningkat 0,71 persen dari tahun sebelumnya yang berkisar sebesar 7,63 persen. Tak hanya itu, organisasi yang mengukur ketahanan pangan di sejumlah negara, Global Food Security Index pada 2021 juga menyatakan bahwa Indonesia menempati peringkat ke-69 dari 113 negara, turun empat peringkat dari tahun sebelumnya. Peringkat itu masih menempatkan Indonesia berada di bawah negara-negara ASEAN lainnya. 

Merespon kenyataan itu, Pemerintah Indonesia tengah mengembangkan pelbagai kebijakan dalam pengelolaan FLW yang menjadi bagian penting dari kebijakan Pembangunan Rendah Karbon (PRK). PRK yang juga menjadi salah satu Program Prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024 ini mengusung sejumlah program prioritas. Mulai dari pertanian berkelanjutan serta penanganan limbah sebagai upaya mewujudkan ekonomi sirkular, hingga pengelolaan FLW secara lebih berkelanjutan. Kebijakan pengelolaan FLW ini pun mendukung Program Prioritas Peningkatan Ketersediaan Akses dan Kualitas Konsumsi Pangan pada strategi meningkatkan sistem pangan nasional dan tata kelola pangan.

Sebagai langkah awal transformasi pengelolaan FLW di Indonesia, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian PPN/Bappenas yang bekerja sama dengan Foreign, Commonwealth, and Development Office, Pemerintah Inggris, telah meluncurkan “Kajian Food Loss and Waste di Indonesia” pada Juni 2021 silam. Kajian ini bertujuan mengetahui baseline timbulan FLW selama 20 tahun terakhir yang berdampak terhadap aspek sosial, ekonomi, lingkungan, dan menjadi rekomendasi strategi pengelolaan FLW yang berkelanjutan. 

Sebagai perwujudan komitmen dan langkah awal dalam pembangunan global rendah karbon, pemerintah Indonesia melalui Kementerian PPN/Bappenas berkerja sama dengan sejumlah pihak telah meluncurkan kajian FLW di Indonesia dalam rentang 2000-2019.

Berdasarkan hasil analisis selama periode 2000-2019, timbulan FLW di Indonesia mencapai 23-48 juta ton per tahun atau setara 115-184 kilogram per kapita per tahun. Timbulan ini berasal dari lima tahap rantai pasok pangan, yakni tahap produksi, tahap pascapanen dan penyimpanan, tahap pemrosesan dan pengemasan, tahap distribusi dan pemasaran, serta terakhir tahap konsumsi. Dari kelima tahap rantai pasok pangan itu, timbulan terbesar terjadi pada tahap konsumsi.

Hasil kajian Food Loss and Waste di Indonesia. Sumber: Executive Summary FLW di Indonesia/LCDI.

Berdasarkan jenis pangan, timbulan terbesar terdapat pada sektor tanaman pangan, khususnya kategori padi-padian. Sementara sektor pangan yang paling tidak efisien terjadi pada sektor tanaman hortikultura, tepatnya di kategori sayur-sayuran. Artinya, dari seluruh sayur-sayuran yang diproduksi di Indonesia, lebih banyak yang terbuang daripada yang dikonsumsi. Dengan hasil analisis yang bersifat evidence-based, Kajian FLW di Indonesia diharapkan menjadi pedoman dan referensi bagi pemangku kebijakan sehingga implementasi PRK di Indonesia dapat memenuhi target yang telah ditetapkan.

Sebagian besar sayur-sayuran yang telah diproduksi di Indonesia lebih banyak terbuang daripada dikonsumsi.

Timbulan FLW sayuran mencapai lebih dari 60 persen dari seluruh total suplainya. Sumber: Executive Summary FLW di Indonesia/LCDI.

Salah satu dampak multidimensi dari timbulan itu ialah emisi total gas rumah kaca yang dihasilkan mencapai 1.702,9 Megaton CO2-ekuivalen. Dari sisi ekonomi, potensi nilai ekonomi yang hilang mencapai Rp 213-551 triliun per tahun, setara dengan 4-5 persen Produk Domestik Bruto Indonesia. Dalam kacamata sosial, kandungan energi yang hilang akibat FLW setara dengan porsi makan 61-125 juta orang per tahun.

Kajian ini turut mengidentifikasi 18 faktor langsung dan faktor pendorong tidak langsung yang menimbulkan FLW. Lima penyebab dan pendorong utama yakni, kurangnya implementasi Good Handling Practice, kualitas ruang penyimpanan yang kurang optimal, standar kualitas pasar dan preferensi konsumen yang rendah, informasi pekerja pangan dan konsumen yang minim, serta kelebihan porsi dan perilaku konsumen.

Identifikasi itu menghasilkan strategi pengelolaan FLW untuk mendukung PRK serta Ekonomi Sirkular yang disusun berdasarkan prioritas dan periode pelaksanaan jangka pendek, menengah, hingga panjang di tingkat nasional. Strategi tersebut dirangkum menjadi lima arah kebijakan, di antaranya perubahan perilaku, pembenahan penunjang sistem pangan, penguatan regulasi dan optimalisasi pendanaan, pemanfaatan FLW, dan terakhir yang tak kalah penting ialah pengembangan kajian dan pendataan FLW yang terintegrasi dengan baik di level daerah hingga nasional.

Lima Arahan Strategi Pengelolaan FLW di Indonesia. Sumber: Executive Summary FLW di Indonesia/LCDI.

Pertanyaan berikutnya, setelah kita memahami pentingnya pengelolaan FLW, apa yang bisa kita lakukan sebagai individu? Jawabannya, mulailah mengelolanya sendiri di rumah. Sebagai konsumen, kita memiliki peran penting dalam pengelolaan FLW sejak dari rumah. Apalagi timbulan FLW terbesar terjadi di tahap konsumsi yang terkait erat dengan peran individu dan rumah tangga. Aksi kecil yang berdampak besar bisa kita mulai dengan membeli dan mengonsumsi makanan yang tidak berlebihan. 

Selain itu, mengonsumsi produk ugly food yang memiliki kualitas gizi dan rasa sama dengan produk pangan yang tampilannya lebih menarik, patut menjadi pilihan. Kita juga bisa menerapkan metode first in first out dengan mengolah dan mengonsumsi pangan yang telah dibeli lalu disimpan menggunakan wadah/kemasan yang tepat.

Kita memiliki peran penting dalam mendukung pembangunan global rendah karbon melalui langkah kecil pengelolaan FLW di rumah.

Jika banyak makanan tersisa, terutama setelah acara keluarga, menyalurkan makanan berlebih kepada bank makan menjadi cara cermat agar makanan tetap bermanfaat dan tidak terbuang. Mengelola FLW pun bisa sambil melakukan hobi cocok tanam, yakni dengan mengompos sisa makanan di rumah. Selain untuk mencegah sampah masuk ke landfill, langkah ini bermanfaat untuk menyuburkan tanaman.

Anggi Putri. Foto: Dok. Pribadi.

Studi yang dilakukan Kementerian PPN/Bappenas ini mengawali langkah awal dari perjalanan panjang menuju optimalisasi penerapan pengelolaan FLW di Indonesia. Tentu, pemerintah harus memastikan upaya hulu hingga hilir, melibatkan upaya kolektif dari seluruh pemangku kepentingan yang terlibat pada rantai pasok pangan, termasuk masyarakat sebagai konsumen, dan utamanya kita, ASN Kementerian PPN/Bappenas yang memulai langkah tersebut. Mari bersama-sama bertekad untuk lebih mindful dalam mengonsumsi makanan dan jadilah bagian dari upaya mencapai TPB/SDGs melalui pengelolaan food and loss waste!

Anggi Pertiwi Putri merupakan alumnus BEKAL Pemimpin 2019 yang juga menjadi Perencana Ahli Pertama Direktorat Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas RI.

Ditulis oleh Anggi Pertiwi Putri dan disunting oleh Reza Septian.

Leave a Comment

Dapatkan kabar terbaru kami

BEKAL Pemimpin

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit

IDEAS

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit

Co-CLASS

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit