Bersama Kelola Alam Lestari atau BEKAL Pemimpin adalah program dengan visi eksisnya masa depan pengelolaan sumber daya alam Indonesia yang berkeadilan, berkelanjutan dan berkearifan lokal. Beberapa alumni BEKAL Pemimpin mendorong prototipe pengelolaan perikanan berkelanjutan di Sulawesi Selatan melalui sinergitas dan kolaborasi lintas sektor baik pemerintah, NGO, swasta dan nelayan. Protoipe diartikan sederhana sebagai model masa depan yang diidamkan yang bisa dihadirkan di masa kini dalam bentuk perwajahan realitas, ada peran dan dimensi masa depan yang diidamkan itu.
Sulawesi Selatan memiliki sumberdaya ikan melimpah dalam WPP 713. Perpaduan konsumsi ikan perkapita lokal yang tinggi dan permintaan ekspor adalah potensi ekonomi besar yang diharapkan menopang penghidupan dan kesejahteraan nelayan. Sayangnya praktek penangkapan ikan tidak ramah lingkungan masih terjadi. Ini pulalah yang menjadi alasan mengapa BEKAL PEMIMPIN bisa mengambil peran untuk mengkatalis pencapaian masa depan itu.
“Banyak rekan-rekan penggiat NGO bekerja pada isu perikanan berkelanjutan yang bisa terlibat di dalamnya. Inisiatif dan praktik baik juga telah berjalan di beberapa lokasi di Sulsel. Pembelajaran dan praktek baik ini berpeluang untuk diadaptasi di lokasi lain,” kata Yusran Nurdin Massa, alumni BEKAL PEMIMPIN yang memandu acara FGD.
Menurut Yusran, jika disinergikan dengan program stakeholders lain terutama pemerintah dan sektor swasta akan memperkuat inisiatif ini.
“Itu pulalah yang menjadi dasar alumni BEKAL PEMIMPIN berkolaborasi dengan Yayasan Konservasi Laut (YKL) Indonesia, Yayasan Hutan Biru (Blue Forests Foundation), Jaring Nusa KTI dan Mongabay Indonesia menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan Tema “Intensi Bersama untuk Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan, Berkeadilan dan Berkearifan Lokal di Sulawesi Selatan,”’jelas Yusran., Senin, 12 September 2022. Beberapa alumni di antaranya Yusran Nurdin Massa dan Nirwan Dessibali.
Beberapa undang yang hadir di antaranya organisasi Burung Indonesia, Habituasi, Lanra Link, Lembaga Maritim Nusantara (LEMSA), Mongabay Indonesia, Nypah Indonesia, Sulawesi Community Foundation, Sustainable Fisheries Partnership (SFP), Wildlife Conservation Society (WCS) Indonesia, WWF Indonesia, Yayasan Alam Indonesia Lestari (LINI), Yayasan COMMIT, Yayasan EcoNatural Society, Yayasan Ekonomi Keanekaragaman Hayati Laut Indonesia (YEKHALI), Yayasan Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI) Yayasan Mattirotasi, Yayasan Pesisir Lestari (YPL), Yayasan Rekam Jejak Nusantara (REKAM), Yayasan Romang Celebes, Yayasan Hutan Biru (Blue Forests), Yayasan Konservasi Laut (YKL) Indonesia dan JARING NUSA KTI serta Alumni Bekal Pemimpin.
FGD berlangsung menarik dengan mengadopsi World Café Dialogue yang kerap diadopsi oleh pendekatan peningkatan kapasitas para pihak dengan konsep U Theory yang dirintis oleh Prof Otto Scharmer. Wolrd Café Dialoge ini memberikan kesempatan kepada para peserta untuk menceritakan pengalamannya di organisasinya, lalu berpindah ke meja lain dan mencari titik temu untuk menyusun inisiatif bersama.
Peserta mendiskusikan inisiatif program atau kegiatan masing-masing NGO yang dilaksanakan di Sulawesi Selatan untuk kemudian menyepakati intensi bersama dan prioritas utama dalam mendorong perikanan berkelanjutan.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Selatan yang hadir memberi semangat para peserta ikut mengapresiasi kegiatan ini dan menyebut kerjasama antar NGO sangatpenting bagi pengelolaan kelautan dan perikanan Sulawesi Selatan.
“Kami sangat berharap kerjasama seperti terus melibatkan DKP Sulsel, karena apa yang menjadi fokus kegiatan ini adalah juga bagian dari perhatian kami, seperti upaya konservasi dan pengelolaan kawasan,” katanya.
Berdasarkan pengalaman peserta ada bebera[a isu atau fokus perhatian mereka, semisal advokasi destructive fishing di pesisir dan laut, pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir, aksi konservasi seperti penanaman mangrove dan terumbu karang hingga pengelolaan kawasan konservasi dan perlindungan spesies seperti gurita, hingga kakap kerapu.
Lokasi pendampingan pun beragam, ada yang di Selayar, Tanakeke Takalar, Pangkep, Malili Luwu Timur, pulau-pulau Makassar seperti Lanjukang dan Langkai hingga pulau terluar Sulawesi Selatan, Palu dan Sulawesi Barat.
Ada beberapa aksi bersama yang diharapkan dapat dijalankan seperti pertukaran informasi antar lembaga, fasilitasi dan advokasi nelayan atas ancaman destructive fishing , kerjasama dalam disain dan pengembangan mata pencaharian masyarakat pesisir hingga membentuk grup Whatsapp untuk pertukaran pengalaman dan ide-ide.
Sumber: Pelakita.