Tinggal di Indonesia bagian tengah tak bedanya gadis kecil yang kesepian. Merasa sendirian dan cenderung terpinggirkan. Padahal, saudaranya di bagian barat seperti gadis emas yang dipuja dan didahulukan. Bahkan, saudara lainnya di timur bak gadis bungsu yang mulai dimanjakan. Berada di tengah keduanya, gadis kecil kesepian terus mencari cara sendiri untuk lebih diperhatikan.
Perumpamaan itu rasanya cukup mewakili kondisi perhatian keragaman hayati di Indonesia bagian tengah: Sulawesi. Kendati pulau besar yang masuk ke dalam bentang surga Wallacea ini dikenal memiliki pusparagam hayati yang kaya dan khas—bahkan konon nyaris menandingi kekayaan hayati di Madagaskar, kenyataannya tetap sulit mengalihkan pandangan konservasi yang selama ini terfokus pada bagian barat dan ujung timur Indonesia.
Padahal kita semua tahu bahwa Sulawesi menjadi rumah bagi segudang spesies endemik. Beberapa di antaranya ialah anoa, maleo, babirusa, dan kuskus. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 2014 bahkan mengungkapkan hampir setengah dari total mamalia yakni 90 dari 207 jenis yang ada di Sulawesi, tidak akan ditemukan di tempat lain di dunia. Sayangnya, hal tersebut seolah masih sebatas julukan. Kenyataan di lapangan memperlihatkan banyak di antara mereka satwa endemik di Sulawesi belum mendapat perhatian konservasi yang cukup, baik dari penelitian maupun upaya perlindungannya.
Persoalan tak berhenti di titik itu. Habitat mereka juga tersebar di luar kawasan konservasi seperti halnya taman nasional, hutan lindung, cagar alam, dan suaka margasatwa. Sehingga kita makin menyadari, dalam situasi ini bukan hanya pemerintah, peneliti, dan pemerhati yang harus mengambil peran, masyarakat juga menjadi kunci untuk ikut terlibat menjaga habitat dan melestarikan mereka. Karena itu, tidak berlebihan rasanya untuk berbagi peran, menguatkan aksi, dan mewujudkan niatan dalam meningkatkan perhatian serta melakukan upaya konservasi di Sulawesi.
Mengemas Bekal
Saling menemukan peran menjadi langkah awal untuk menjaga dan tumbuh bersama dalam ikatan semesta dalam mendukung konservasi dan kelestarian alam di Sulawesi. Dalam perjalanan saling menemukan, saya merasa perlu mengemas dan memiliki ‘bekal’. Bekal yang nantinya akan akan dibawa dan disebarkan oleh generasi mendatang. Mengemas bekal dengan membangun kesadaran, membawa empati, dan mendengar suara-suara yang terabaikan. Bekal-bekal ini datang dari berbagai pengalaman yang kemudian diperkuat oleh niatan. Bagi saya, bekal untuk memimpin adalah tentang mengetahui di mana kita berdiri bersama orang lain: jika di depan maka memberi contoh, di tengah memberi motivasi, dan di belakang memberi dorongan.
Pemimpin tidak menciptakan pengikut tapi menciptakan pemimpin.
(Tom Peters)
Empat tahun lalu, berawal dari niatan untuk berkontribusi dalam upaya konservasi di Sulawesi, saya bersama seorang sahabat melahirkan perkumpulan bernama PROGRES. PROGRES atau Prakarsa Konservasi Ekologi Regional Sulawesi merupakan perkumpulan yang berdedikasi untuk menginisiasi anak muda lokal melakukan konservasi satwa di Sulawesi yang terancam punah dan terabaikan. Kami, anak muda yang bergerak di tingkat tapak, ingin perbaikan yang berkelanjutan dan adil bagi setiap generasi.
Perjalanan kami mulai dengan mendengar, melihat, dan menyelami lebih dalam apa yang tidak tersentuh. Kami memusatkan perhatian salah satunya terhadap mereka—satwa endemik Sulawesi yang terabaikan sebagai jangkar prakarsa dan gerakan. Cerita-cerita tentang konservasi satwa kami jadikan sebagai pemicu percakapan untuk membangun pemahaman, mendorong kebersamaan, dan membiasakan semua pihak untuk melihat alam sebagai suatu yang saling berkaitan. Pengetahuan baru, jejaring, dan hasil dari kegiatan yang sederhana sekalipun selalu menjadi inspirasi untuk bergerak dan berproses bersama mencari bentuk pengelolaan yang efektif.
Kami menyadari bahwa tidak cukup besar untuk melakukan upaya ini sendirian. Namun begitu, kami yakin kita semua memiliki potensi. Dalam situasi yang kami rasakan, setidaknya terdapat tiga hal yang menjadi aset dan bekal utama perjalanan konservasi kami. Pertama, anak muda memiliki semangat perubahan untuk terlibat mendorong perbaikan kehidupan dan kesejahteraan masyarakat ke arah yang lebih baik. Kedua, ketersediaan sumber daya alam yang ada dapat dikelola secara berkelanjutan, berkeadilan, dan berkearifan. Terakhir yakni sifat masyarakat Sulawesi yang rendah hati, menerima kekurangan sebagai tantangan untuk memperbaiki keadaan, memanfaatkan apa yang ada, dan mensyukuri kelebihan yang mereka miliki.
Prakarsa anak muda dan sains
Di Sulawesi terdapat banyak kelompok anak muda yang memiliki semangat melestarikan alam secara mandiri. Semangat itu murni keluar dari mereka untuk mengubah nasib tempat tinggalnya. Hal ini menginspirasi dan memotivasi PROGRES untuk mengajak sekaligus mendorong komunitas pemuda lokal agar berperan aktif dalam kegiatan konservasi. Di banyak komunitas, aset dan potensi itu perlu digali, disadarkan keberadaannya, dimanfaatkan secara tepat serta dikelola agar terus memberikan manfaat bagi banyak orang.
Bergerak bersama muda-mudi Sulawesi juga didasari untuk membangkitkan rasa kebanggaan terhadap alam yang mereka miliki. Melalui rasa bangga, betapa istimewa apa yang kita punya. Dengan begitu, kita akan lebih merasa memiliki dan ikut menjaga dan melestarikan. Kami ingin anak muda lokal menyadari potensi mereka serta mengukur kebutuhan dalam pemanfaatan yang lestari, sehingga mereka dapat mewujudkan masa depan yang berkelanjutan.
Melalui inisiatif PROGRES, kami bermuara pada dua hal yakni tumbuhnya prakarsa melalui keterlibatan pemuda, serta peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat yang telah menjaga sumber daya alam mereka. Dalam perjalanan PROGRES hampir setengah dekade ini, kami mempelajari bahwa kunci keberhasilan konservasi adalah pada kesuksesan membangun kepercayaan masyarakat. Jika masyarakat melihat bahwa kegiatan konservasi memberi manfaat, maka dukungan dan keterlibatan itu terlahir.
Kami mengajak pemuda lokal untuk meningkatkan keterampilan penelitian berbasis sains agar lebih memahami kekayaan sumber daya alam yang mereka miliki. Dengan sains, mereka dapat mengukur keberhasilan dan menentukan bentuk upaya konservasi yang efektif dalam menjawab tantangan. Sehingga upaya yang diawali semangat kepedulian tidak menjadi sia-sia dan terhenti karena ketidakmampuan menganalisis dalam menemukan solusi.
Dalam pengembangan lembaga pemuda lokal sebagai mitra, kami menghubungkan pemuda Indonesia yang ahli di bidang konservasi dengan pemuda desa. Langkah ini juga sebagai upaya memberikan kesempatan pemuda lokal untuk mengembangkan kapasitas dan meningkatkan kepercayaan diri dalam menjalankan upaya konservasi secara terencana dan terukur.
Upaya lain yang kami lakukan yakni kampanye mengenalkan satwa-satwa endemik. Salah satunya pengenalan nilai ekologis dari jasa ekosistem yang diberikan berbagai spesies. Hal ini kami yakini dapat menggugah kepedulian masyarakat bahwa betapa pentingnya peran satwa-satwa itu dalam kehidupan manusia.
Kampanye itu kami gaungkan dari tingkat pendidikan sekolah dasar hingga remaja usia sekolah. Dengan harapan—di masa mendatang ketika mereka mendapat peran sebagai pengambil kebijakan—mereka akan lebih berpihak pada alam Sulawesi dan mempertimbangkan jasa ekosistem sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan.
PROGRES tidak mungkin melakukan upaya ini di seluruh wilayah Sulawesi. Namun begitu, upaya-upaya yang kami lakukan saat ini diharapkan dapat menginspirasi inisiatif konservasi berbasis masyarakat yang lebih luas. Kami akan terus memperluas jangkauan langkah konservasi di beberapa wilayah Sulawesi, agar peluang relasi dengan beragam komunitas yang memiliki visi dan misi yang sama terus tumbuh. Setiap langkah akan sangat berarti betapa pun kecilnya seperti hal yang baru mampu kami lakukan selama ini.
Pada akhirnya, mencintai Bumi tak layak disimpan dalam hati. Kita dapat mengungkapkan dengan cara yang paling sederhana, menyenangkan, dan semampunya. Apapun peran yang akan kita ambil dalam ikatan dengan semesta, sebaiknya perlu disegerakan. Sebab cinta yang diam-diam dan lambat diungkapkan kadang menguap tak berjejak.
Terima kasih untuk semua yang bersama saya dalam perjalanan menemukan simpul ikatan semesta.
Ditulis oleh Asnim Alyoihana Lanusi dan disunting oleh Reza Septian.