Tumpah Ruah Perasaan dan Catatan Bersama BEKAL Pemimpin

Bangga, haru, hingga masih tak percaya bahwa perjalanan pembelajaran selama setengah tahun ini telah selesai. Bersama semua perasaan yang campur aduk, saya harus menerima kenyataan itu dengan berlapang dada. Padahal, dari pikiran terdalam, saya masih merasa seperti baru kemarin memulai dan mengenal orang-orang luar biasa yang memiliki niatan besar tentang keberlanjutan peradaban ini.

Minggu 12 September 2021 saat acara kelulusan kelas BEKAL Pemimpin 2021, dari meja kerja, pikiran saya diajak menyusuri lorong waktu. Ragam perasaan larut dalam pencarian keping-keping memori tentang perkenalan dengan mereka, calon pemimpin masa depan yang merindukan perubahan berkelanjutan, adil, dan berkearifan. Ingatan-ingatan mengagumkan tentang pembelajaran bersama mereka pun kian menyesakkan dada.

Di tengah rasa bangga bisa mengikuti penuh pembelajaran BEKAL Pemimpin, saya makin menyadari banyak pekerjaan rumah yang telah mengantre untuk segera diselesaikan. Bukan hanya tentang tanggung jawab moral terhadap sesama, tetapi juga kepada alam yang telah memberikan banyak manfaat bagi kehidupan kita. Untuk menyelesaikannya pun, tak bisa kita melakukannya sendiri. Nilai luhur gotong royong yang kini kian terkikis, kenyataannya punya andil besar untuk mendorong inovasi sistem tepat sebagai solusi permasalahan kehidupan.

Hardin (pertama dari kiri) saat berdiskusi dengan penyuluh dan staf DKP Kabupaten Waktobi. Foto: Dok. Pribadi.

Bersama dengan itu, pelbagai nilai yang didapatkan dari pembelajaran BEKAL Pemimpin akhirnya membuka kesadaran terdalam saya dalam pendambaan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Mulai tentang nilai keterbukaan seorang pemimpin untuk melakukan perubahan yang masif di seluruh sektor, hingga komitmen yang mengakar pada setiap pemimpin. Keduanya merupakan kunci yang harus ada dalam jiwa pemimpin masa depan.

Lebih jauh, setidaknya saya menangkap empat faktor pendukung yang dapat menjadi motor penggerak dalam mencapai level pengelolaan berkelanjutan. Pertama, tentang penerapan ilmu pengetahuan perlu ada dalam setiap regulasi dan kebijakan, mengkalkulasi lebih banyak manfaat bersama dalam setiap implementasi, peran kelembagan yang jelas dan proporsional, serta terakhir tentang nilai-nilai kearifan lokal dan keluhuran.

Tak kalah penting, dalam mencari sumber permasalahan diperlukan penerapan teori gunung es (iceberg) untuk menemukan informasi dari yang paling dasar, hingga ke permukaan untuk mendapatkan model intervensi yang bersifat win win solution. Selain semua ini, berikut sejumlah hal penting lain yang paling saya rasakan selama pembelajaran.

Mendengarkan itu nikmat

Jika sebelumnya mendengarkan merupakan suatu hal yang cenderung membosankan, dari pembelajaran BEKAL Pemimpin saya dapat merasakan kenikmatan dalam mendengar. Kenikmatan itu bukan hanya datang ketika kita mendengarkan suara-suara satu sama lain, tetapi juga ketika kita dapat memaknai dan merasakan apa yang kita dengar. Untuk mendapatkan itu, kita perlu membuka diri untuk menerima masukan-masukan, sekalipun itu tidak sepaham. Biarkan informasi itu mengalir bak aliran sungai. Hingga akan ada saatnya di mana kita dapat memberikan tanggapan yang sesuai dari apa yang kita maknai. Pilihlah waktu yang tepat hingga terasa nikmat.

Keindahan pantai Cemara di Wakatobi. Foto: Dok. Pribadi.

Kesadaran kolektif

Salah satu langkah untuk mengubah organisasi menjadi lebih baik adalah membangun kesadaran kolektif. Membangun sebuah kesadaran kolektif untuk mengubah paradigma Ego-ral (egoisme-sektoral menjadi ekosistem-sektoral). Artinya kita perlu melepas ego dalam diri maupun kepentingan kelompok tertentu, kemudian mengubahnya menjadi niatan yang didasari oleh kebersamaan membangun kesadaran. Itu semua untuk melihat kepentingan secara menyeluruh, sebagai sebuah kesatuan ekosistem yang saling mendukung dan menguatkan dalam mencapai tujuan.

Mulai dari diri sendiri

Kunci perubahan paling utama dimulai dari meneladani diri sendiri. Setiap individu harus bisa menjadi pemimpin bagi dirinya. Termasuk mengevaluasi diri untuk menjadi refleksi apa yang telah terjadi. Meski terdengar mudah, namun dalam mempraktekannya sulit. Tetapi kita bisa memulainya dengan banyak mendengar dan mengaktualisasikan diri hingga menjadi cerminan bagi orang di sekeliling. Aktualisasi itu juga bisa dimulai dengan melakukan hal-hal sederhana namun bernilai lebih. Seperti slogan yang selalu saya ingat “Just Do It The Better Things:” jangan malu melakukan kebaikan sebagai orang pertama dan terakhir, lakukan lah semampunya dan kapan saja.

Kearifan lokal

Salah satu kekuatan pembangunan berkelanjutan adalah tidak mengesampingkan nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom). Nilai-nilai luhur nenek moyang yang telah ada dapat kita lihat di masyarakat hukum adat (MHA), yang sejatinya dapat kita adaptasi ke dalam kehidupan modern. Melalui transformasi pengetahuan terhadap generasi mudah tentang nilai-nilai luhur, menjadi modal kunci dalam perubahan mindset, perilaku, dan moral peduli terhadap perubahan yang lebih baik. 

Terkadang, kita perlu menjadi orang lain untuk merasakan dan memahami apa yang dirasakan sebenarnya. Sebab bagi saya, melihat orang sebagai diri sendiri selalu punya kelemahan yakni tidak dapat memaknai apa yang benar-benar terjadi.

Jangan bosan belajar dari alam sekitar, jangan berhenti menulis dari apa yang kita rasakan, dan jangan pernah lelah berbagi dari apa yang telah didapatkan. Wadah BEKAL Pemimpin adalah holding space dan ruang pembelajaran yang terus berjalan dan tiada akhirnya, I hope that. Selain untuk diri saya sendiri, semoga semua catatan besar ini menjadi pengingat pembelajaran yang bermanfaat bagi orang lain.

Ditulis oleh Hardin Bambang dan disunting oleh Reza Septian.

 

Leave a Comment

Dapatkan kabar terbaru kami

BEKAL Pemimpin

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit

IDEAS

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit

Co-CLASS

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit