Semua Bermuara dari Niatan

Niatan ini berawal dari keyakinan bahwa kita bisa menjadi manfaat bagi sekitar. Tidak peduli seberapa besar manfaat itu bisa terasa, tapi saya percaya semua perlu dimulai dari perjalanan kecil hingga dapat bertemu dengan lingkungan yang sejalan dengan niatan.

Minggu pagi, seperti biasa saya memulainya dengan bersepeda. Menikmati embun sembari mengayuh kereta angin di bawah hangatnya mentari pagi. Bersepeda bagi saya bukan sekadar berkeringat dan berolahraga, tetapi juga ungkapan syukur atas nikmat yang ada.

“Tiiiing…” dering ponsel berbunyi. Pesan singkat berisi pengingat undangan Sharing Session pukul 10.00 pagi mencuat di layar ponsel saya. Agenda yang saya nantikan sejak beberapa hari lalu hanya tinggal menghitung jam.

Hari itu saya mendapat amanah mengisi sharing session secara daring dengan kelompok Silvikultur Kehutanan IPB. Kesempatan itu juga saya jadikan untuk berbagi ilmu yang didapat dari pembelajaran BEKAL Pemimpin kepada teman-teman himpunan profesi kehutanan dan mahasiswa. Ilmu yang diperoleh terlalu berharga untuk disimpan sendiri. 

Materi presentasi Umar Atik dalam sharing session bersama mahasiswa Silvikultur Kehutanan IPB. Dok. Pribadi.

Perasaan gugup yang lumrah terjadi pada siapa pun saat hendak berbicara di depan umum, sempat hinggap di kepala saya. Belum lagi bisikan-bisikan seperti “kepedean banget mau sharing ilmu, emang udah mumpuni ilmunya?,” atau “emang ada yang mau dengerin materinya? Ini materi yang perlu pendalaman loh,” itu tak ayal membuat saya minder.

Tetapi, syukurnya saya ingat persis ucapan guru sekolah yang selalu menguatkan saya di kala ketakutan bergumul di kepala: “Jangan pernah takut kalau niatnya baik.” Kalimat itu yang menyihir saya untuk mengubah sudut pandang bahwa bukan pikiran yang mengendalikan kita, tapi kita yang perlu mengendalikan pikiran.

Pada akhirnya, kalimat bisa karena terbiasa bukan bualan semata. Kita semua menyesuaikan dengan keadaan, bersyukur dengan teknologi yang bisa menjembatani persoalan sosial ini. Di tengah keterbatasan saya yang notabene bukan seorang public speaker, saya coba mencari cara agar berbagi pembelajaran ini bisa terlaksana dengan efektif.

Menghargai proses

Saya menyadari bahwa tantangan tidak hanya datang dari dalam diri, namun juga dari luar. Di antaranya kondisi saat ini yang mudah berubah sehingga memerlukan adaptasi cepat. Mulai dari pertemuan fisik menjadi virtual, hingga jabat tangan yang menjelma menjadi sebuah gestur salam yang baru.

Saya mencoba mendalami beberapa kondisi di teman-teman kampus menggunakan teori Iceberg dengan melihat fenomena, pola, struktur penyebab, hingga mental model. Kemudian saya menguji asumsi dengan menarik mundur fenomena yang terlihat dan terasa sewaktu kuliah.

Menariknya, saya memperoleh asumsi baru yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya melalui sejumlah diskusi kelompok terpumpun (FGD) dengan teman-teman himpunan profesi, yakni BERPROSES. Hal itu terlihat saat di mana mereka menghargai proses yang sedang dijalani.

Selama proses tersebut, saya melatih diri sehubungan dengan kemampuan mendengar dan berkomunikasi pada level 3 (empati) dan 4 (generatif). Saya percaya ada niatan terbuka untuk bisa melakukan perubahan generatif menuju cita-cita yang diinginkan baik itu dari teman mahasiswa maupun saya pribadi.

Paparan Umar Atik dalam sharing session bersama mahasiswa Silvikultur Kehutanan IPB. Dok. Pribadi.

Mindfulness

Pada kesempatan itu saya memperkenalkan konsep Mindfulness, level mendengar dan berbagi perspektif saya ihwal kepemimpinan. Materi itu juga saya elaborasi berdasarkan kebutuhan teman-teman di kampus sewaktu FGD, apa yang menjadi isu dan coba berbagi pengalaman yang relevan sewaktu saya berkuliah.

Antusiasme dan pertanyaan dari teman-teman kampus menandakan setidaknya ada materi yang diterima dan direspon. Sebuah indikator intangible yang memperlihatkan adanya komunikasi dua arah. Saya sangat mengapresiasi kegiatan yang diinisiasi oleh teman-teman himpunan profesi, karena dulu tidak banyak sharing session yang mengarah kepada peningkatan kapasitas.

Pada akhirnya hard skill semakin lengkap dengan soft skill dalam mempersiapkan kehidupan di kampus dan pascastudi. Harapannya, teman-teman di kampus memiliki fondasi kepemimpinan yang mindful dalam mengambil keputusan dan kolaboratif. Mengingat mereka merupakan cikal bakal pemangku kepentingan di masa depan yang akan saling berinteraksi untuk mencapai tujuan bersama.

Ditulis oleh Umar Atik dan disunting oleh Reza Septian.

Leave a Comment

Dapatkan kabar terbaru kami

BEKAL Pemimpin

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit

IDEAS

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit

Co-CLASS

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit